TIMES JEPARA, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Gugatan yang diajukan sejumlah organisasi masyarakat sipil itu dinilai tidak terbukti.
“Menolak permohonan pemohon I sampai dengan pemohon IV untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Rabu (…/9/2025).
Perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, KontraS, dan aktivis Inayah W.D. Rahman. Dua pemohon lain, yakni aktivis Fatiah Maulidiyanty dan mahasiswa Eva Nurcahyani, ditolak karena tidak memiliki kedudukan hukum.
“Permohonan V dan VI tidak dapat diterima,” tambah Suhartoyo.
Dalil Tak Kuat Secara Hukum
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan, dalil para pemohon soal revisi UU TNI yang dianggap melanggar prosedur perencanaan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025 tidak beralasan.
Menurutnya, pembentuk undang-undang, baik pemerintah maupun DPR, telah menyediakan ruang partisipasi publik. Partisipasi itu difasilitasi melalui diskusi tatap muka, kanal YouTube DPR, serta laman resmi yang dapat diakses masyarakat.
“Artinya, pembentuk undang-undang telah menyediakan beberapa pilihan metode atau sarana partisipasi publik, serta tidak ada upaya menghalangi masyarakat yang hendak berpartisipasi,” ucap Guntur dalam sidang.
Dalil lain yang ditolak antara lain tudingan bahwa revisi UU TNI bukan carry over sehingga tidak melalui tahap perencanaan, serta anggapan revisi tersebut tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI pasca-1998.
Polemik Rapat di Hotel
Terkait polemik rapat Panitia Kerja RUU TNI yang digelar di sebuah hotel mewah di Jakarta Pusat, MK menilai rapat tersebut bersifat terbuka sebagaimana tercatat dalam risalah rapat DPR.
Adapun soal dokumen yang tidak diakses publik, Mahkamah menilai hal itu tidak bisa dikaitkan dengan pelanggaran asas keterbukaan. Informasi hasil pembahasan tetap tersedia melalui laman resmi DPR, kanal YouTube, maupun wawancara dengan media setelah rapat.
“Dengan demikian, telah terbukti adanya upaya pembentuk undang-undang dalam membuka akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat,” kata Guntur.
Putusan Tak Bulat
Meski mayoritas hakim konstitusi sepakat menolak uji formil ini, terdapat empat hakim yang menyatakan dissenting opinion. Mereka adalah Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Arsul Sani.
Pada hari yang sama, MK juga memutus empat perkara uji formil UU TNI lainnya (Nomor 75, 69, 56, dan 45/PUU-XXIII/2025). Namun, seluruhnya tidak dapat diterima karena para pemohon, yang sebagian besar mahasiswa, tidak memiliki kedudukan hukum. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: MK Tolak Uji Formil UU TNI, Dalil Pemohon Dinilai Tak Beralasan
Pewarta | : Antara |
Editor | : Imadudin Muhammad |